BIOGRAFI ABUYA SYEKH H. AMRAN WALY AL-KHALIDI



BIOGRAFI ABUYA SYEKH H. AMRAN WALY AL-KHALIDI


Nama : Abuya Syekh H. Amran Waly Al-Khalidi

Lahir : Pawoh Labuhan Haji, 21 Agustus 1947


Orang Tua : – Ayah : Abuya Syekh H. Muhammad Waly Al-Khalidi, seorang ulama besar di Aceh yang hidup tahun 1917 – 1961 M, Pendiri Pesantren Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan.


– Ibu : Hj. Raudhatinnur/ Ummi Pawoh


Pendidikan : Abuya Syekh H. Amran Waly menimba ilmu pertama dari orangtuanya sendiri dan belajar kepada Abuya Syekh Zakaria Labai Sati (Sumatera Barat) dan Imam Syamsuddin (Sangkalan Aceh Barat Daya) murid-murid dari orangtua beliau dari berbagai ilmu keagamaan, baik ilmu fiqih, tauhid aqidah, tasawuf, dan ilmu alat lainnya seperti ilmu nahu, saraf, badi’ manteq, usul fiqh dan lain-lain.


Beliau diizinkan untuk mengembangkan Thariqat Naqsyabandiyah oleh tuan Syekh Aidarus Kampar putra dari Syekh Abdul Ghani Al-Kampari dan juga untuk mengajarkan kitab Majmu’ Rasail karangan Syekh Sulaiman Zuhdi sebagai pedoman dalam pengembangan Thariqat Naqsyabandiyah, bersuluk pada orangtuanya dan juga pada Abuya Syekh Zakaria Labai Sati.


Beliau juga pernah belajar di Pesantren Riadhus Shalihin yang dipimpin oleh Abu H. Daud Zamzami (Banda Aceh) dan masuk perguruan tinggi baik di Aceh maupun di Sumatera Barat, dan juga pernah belajar di Collage Islam (Lampuri, Kotabaru Kelantan) Malaysia.


Pengalaman :


1. Pimpinan Pondok Pesantren orangtuanya Darussalam Labuhan Haji selama 10 tahun dari tahun 1972 s/d 1982.


Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ihsan desa Pawoh Labuhan Haji dari tahun 1982 s/d sekarang. Dan juga turut sebagai guru besar dan pimpinan bersama kakak-adik Pondok Pesantren orangtuanya Darussalam Labuhan Haji sampai saat ini.

Pernah menjadi Anggota DPR Tk. II Kabupaten Aceh Selatan periode 1982 s/d 1987.

Pada tahun 2004 beliau mendirikan Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf (MPTT) yang berkembang saat ini sampai se Nusantara bersama dengan guru-guru besar Tasawuf baik dari Malaysia dan Jawa seperti Syekh Ibrahim Mohammad dari Malaysia, Abu Muhammed DR. Rohimuddin Nawawi Al Bantany dari Banten, dan DR. M. Dhiyauddin Kuswandi dari Surabaya, dll.

Majelis ini telah sudah mengadakan 3 kali Seminar & Muzakarah Ulama Tauhid Tasawuf se Asia Tenggara, pertama di Meulaboh Aceh Barat tahun 2010 dan yang kedua di Selangor Malaysia tahun 2012, yang dihadiri oleh ulama-ulama Asean dan Seminar & Muzakarah yang ketiga di Blang Pidie Aceh Barat Daya pada tgl 6-8 Juni 2014, yang dihadiri oleh ulama-ulama Asean, Turki dan lain-lain. Dan yang keempat direncanakan diadakan di Mataram Nusa Tenggara Barat pada tahun 2016 ini.


Tauhid : Pemahaman Rateb Siribe Abuya Syech Amran Waly


Kegiatan Rateb Siribee awalnya di gagas oleh seorang ulama sufi aceh yaitu Abuya Syekh H Amran Waly Al Khalidi, beliau adalah anak kandung dari ulama besar Aceh Abuya Syech H Muhammad Waly Al-Khalidi. Abuya Syech Amran Waly adalah pimpinan Majelis Pengkajian Tauhid Tashawuf (MPTT) Asia Tenggara.


Belakangan ini banyak beredar perbincangan di Masyarakat tentang apa itu Rateb Siribe yang dipimpin oleh Mursyid kita Almukarram Abuya Syech H. Amran Waly Alkhalidy. Ada yg mengatakan itu sesat, ada yg tidak dan ada pula yg tidak koment sama sekali.


Dalam penjelasan Abu Amran Waly, rateb siribe itu sebagai berikut :


bukan merupakan nama tarikat baru yg dituduh oleh beberapa tokoh kalangan pesantren di aceh


Rateb siribe bermakna Zikir sebanyak banyaknya, tidak ada batasan


Makna Siribe itu hanya sebuah nama. Disebut siribe krna jumlah banyak beribu ribu, kalai disebutkan Rateb beribu ribu kurang elok, makanya diberi nama Siribe saja.


Kalau ada yang masih kurang paham, jumpai saja saya langsung (Abu Amran) biar saya jelaskan, jgn cepat sekali mengatakan apa yg tidak sepaham dengan kita itu adalah sesat.


Firman Allah : “Katakanlah (hai Muhammad) : Biarlah setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, karena Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih lurus (jalan yang ditempuhnya).” (Al-Isra’ : 84).


Hadist Nabi :

Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian.” Riwayat al-Bukhāri V/2247/5698.


Semoga kita Selalu dalam Rahmat Allah

0 comments: